Magenta Solusindo

-let's enjoy open discussion-

Monday, May 15, 2006

Bix Fix Juga

Sayang sekali perusahaan sebesar Toyota terlambat untuk menerapkan IT sebagai core competence dan bekerja sama dengan bagian bisnis. Untuk perusahaan yang bergerak dalam 4C (company, customer, competitor, and change), Toyota harusnya bisa menempatkan IT sebagai core competence untuk memajukan strategi bisnisnya. IT di Toyota harus bisa adaftive dan bisa menjadi support, strategic weapon sekaligus enabler dalam perkembangan bisnis yang ada di Toyota.

Perubahan yang terjadi di Toyota pada tahun 2003 itu sudah merupakan suatu keharusan. Bahkan seharusnya dilakukan lebih cepat dari itu. IT sudah tidak bisa lagi mengisolasikan dirinya dari dunia bisnis. IT sudah bukan lagi suatu bagian yang angkuh dan tidak mau menerima pertimbangan dari dunia bisnis. Anggapan seperti ini sudah tidak bisa digunakan lagi. IT sekarang, terutama karena Toyota bergerak dalam 4C, harus menjadi salah satu bagian yang menentukan strategi bisnis (salah satu bagian dari core competence perusahaan) dan bekerja sama dengan dunia bisnis itu sendiri.

Perubahan struktur organisasi IT di Toyota, saya nilai terlambat. Harusnya IT sudah dari jauh-jauh hari menjadi core competance dan bekerja sama dengan bagian bisnis untuk menentukan strategi bisnis. Keterlambatan ini menyebabkan banyaknya pertentangan yang terjadi di IT sendiri. Terutama dari staff IT senior yang sudah merasa puas akan jabatannya di struktur organisasi sebelumnya. Selain itu, keterlambatan tersebut juga sudah memberikan image yang buruk bagi IT, sehingga memerlukan waktu dan sumber daya yang cukup lama dan besar untuk IT agar bisa meyakinkan bagian bisnis akan perubahan tersebut.

Tapi lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Sistem yang diambil CEO dalam hal reward dan punishment juga sudah dilakukan dengan baik. Dengan memberikan bonus (reward) kepada staff-staff yang melakukan pekerjaan dengan baik dan menahan bonus bila tidak melakukan pekerjaan dengan sesuai, bisa memberikan dorongan untuk bekerja lebih keras dan menimbulkan kepuasan akan pekerjaannya. Usaha-usaha ini juga yang akhirnya membuat image IT di Toyota perlahan-lahan berubah, dari hanya bagian yang hanya bisa membelanjakan anggaran dengan hasil yang tidak jelas menjadi bagian yang mendukung dan menciptakan strategi bisnis dengan biaya yang lebih ringan dan hasil yang lebih besar.

Thursday, May 11, 2006

The Big Fix

Kondisi yang kita temui pada masa – masa ‘gelap’ pengelolaan IT di TMS, bisa jadi juga kita temui pada perusahaan tempat kita bekerja. Kondisi di mana koordinasi antara user bisnis dengan IT yang tidak harmonis, dan dominasi yang tidak seimbang di antara keduanya. Dalam case TMS, banyak proyek diadakan dengan tidak memperdulikan standar arsitektur, integrasi sistem ataupun keuntungan bisnis. IT sebagai support yang secara leadership baru dikelola pada tingkat order taker, yang akhirnya justru menjerumuskan orang IT ke dalam dunianya sendiri dan memperbesar jarak dengan user bisnis.

Di sinilah perlunya koordinasi antara user bisnis dengan IT, untuk menciptakan transparansi departmen IT. Citra yang tercipta di mana IT seringkali deliver system yang tidak sesuai dengan kebutuhan bisnis, IT yang tidak responsif dengan perkembangan dunia bisnis yang sedemikian dinamis, dan IT yang birokratif. Langkah berani sebagaimana diterapkan CIO TMS layak ditiru. Dengan mengadakan informal feedback user dari semua sektor bisnis, bisa dicapture sebagian besar kelemahan yang ada diantaranya kurangnya komunikasi dan edukasi user bisnis yang merupakan kunci sukses implementasi sistem.

Lesson learn paling menarik yang bisa diambil dari case ini adalah pemilihan strategi reorganisasi yang tepat. Setelah melalui proses studi yang panjang, diskusi yang melibatkan pihak user bisnis, dan akomodasi terhadap aspirasi semua pihak dalam proses reorganisasi, dipilih desentralisasi IT-User Driven. Meskipun pada awalnya banyak resistensi, tapi berkat usaha sosialisasi dan koordinasi vertikal dan horizontal, pemahaman akan manfaat secara organisasi terutama bisnis akhirnya berhasil membuka wawasan dan membuat pihak user bisnis menyadari peran pentingnya dalam setiap kegiatan pengembangan sistem. Strategi ini diformulasikan dengan membentuk satu komite yang berisi top managemen dari unit bisnis dan IT yang akan mengkaji secara bersama dan memutuskan setiap pengembangan sistem. Komite ini juga dapat berfungsi sebagai unit kontrol untuk memastikan keberhasilan implementasi sistem.

Proses desentralisasi IT dengan membentuk DIO di setiap unit bisnis yang ada berhasil capture user needs secara lebih spesifik dan sesuai kebutuhan. Kekakuan dan arogansi yang tercipta sebelumnya, berhasil dikikis dengan terciptanya hubungan baik dan sinergi sebagai team dalam unit bisnis. User bisnis lebih jauh diuntungkan karena dapat menyusun anggaran dengan lebih terukur, karena biaya IT bisa dihitung secara detil, dan yang lebih menggembirakan adalah cost dan benefit dari setiap nominal yang dikeluarkan untuk investasi IT berhasil dihitung. Sinergi ini telah menghasilkan suatu IT perspective yang lebih terbuka bagi unit bisnis. Review kegiatan bisa dilakukan dengan lebih mudah, dan terutama tidak adanya blackout ketika sistem tidak berfungsi karena DIO akan bisa mendukung mereka dengan penjelasan yang business sense.

Bisnis dan IT pada masa mendatang adalah sebuah kolaborasi dan tanggung jawab bersama. Distribusi sumber daya IT secara tepat di dalam perusahaan untuk dapat memfasilitasi transfer knowledge dari satu unit ke unit yang lain. Visi yang kuat dan dukungan dari top level managemen sangat diperlukan. Hal ini akan mendukung suksesnya penerapan IT Policy secara menyeluruh. Pada kondisi saat ini di mana IT sudah menjadi critical part dari srategi perusahaan dan operasional harian perusahaan, maka IT perlu dibawa ke tingkat yang lebih tinggi untuk terlibat pada perencanaan bisnis perusahaan. Sehingga pada akhirnya akan bisa diciptakan suatu keseimbangan antara kebutuhan untuk inovasi dengan kontrol. Dan keseimbangan dominasi antara user IT dan user bisnis.